Tentang Kamu

Daddy Mertua : DM
Mommy Mertua : MM
Aku : Ai
Pacar : Pr

DM : iya, nak, kamu tadi bermaksud apa?
Ai : Saya mau menanyakan, apakah putri bapak sudah ada yg melamar?
DM : Oh itu belum ada. Memangnya kamu mau? & Punya modal apa untuk melamar putri kesayangan saya.
Ai : (tampang mulai tegang & kaku kayak kanebo kering)
DM : Keluarga kami niy yah, rumah tinggal ukur, mobil tinggal design. Kamu bisa ngasih apa?
Ai : Memang sekarang ini saya belum memiliki apa-apa, insyaAllah seiring berjalannya waktu
kehidupan kami akan menanjak dibarengi dengan petunjuk kepada kami ke jalan yang lurus.
Hmm..Bagaimana kalau kami berikan kepada bapak cucu yang lucu?
Yang mana bisa bapak, cium, cubit, gendong dan ajak bermain? mau toh? belum kapok bapak kan, iya toh?
DM : (terdiam tanda setuju)... Baiklah...
MM : (iYess akhirnya mau ada hajatan lagi)
Pr : (Tersipu malu. hari pencoblosan akan segera ditentukan)
Ai : (masih kaku kayak kanebo kering)
---
Terkadang apa yang dilihat dan apa yang dirasakan itu berbeda.
Gebetanmu itu sok cool banget sih, sombong abiss. Di lain sisi, bro, doi sok jual mahal banget sih,
ntar kalau diobral enggak laku, nangis bombai tuh.
Padahal yang komen itu enggak tau, apa yang sebenernya berdua rasakan. Dengkul pasangan ini sejatinya
tengah melorot lho, jd sama-sama mematung, sama-sama kaku kayak kanebo kering.
si cowo berpikir menggunakan perasaan, si cewe berpikir menggunakan logika. Sama-sama berada di unkown-zone.
Biasanya si cewe lah yang langsung bisa beradaptasi dengan keadaan ketika si cowo lagi menikmati romansanya, jarang2 soalnya.
Dalam hal kenyataan cewe memang lebih yahud, tetapi dalam hal ketidak nyataan cewe 10x lebih penakut. padahal itu tidak
benar-benar akan terjadi, coba saja kalau di rumah ditinggal sendiri & nonton film horror, dijamin teriak-teriak ketakutan sendiri.
Kalau saja alam bawah sadar pasangan ini terdidik & memberikan saran yang baik akan terjadi seperti ilustrasi di gambar, jangan sampai
ditakut-takuti oleh alam bawah sadar & ingat suggesti alam bawah sadar ini sangat halus lho.
Eiits tidak hanya itu, faktor teman mempengaruhi juga, teman kedua belah pihak, ngapain sih lu, nikah dulu, masih muda ini.
Lagian tau gak, nikah, ngurus suami/istri itu ribet, belum ngurus anak, mertua, sanak-saudara dlsb. Tinggal di rumah mertua, enggak bebas.
tinggal ngontrak ekonomi masih belum stabil, belum lagi permasalahan-permasalahan ego masing-masing.
Nanti ajalah, kita-kita juga masih pada single kok (Padahal mereka jg lagi gencar bergerilya sana-sani). Nikmati masa muda & gaji mu lah.
Intinya sih tunggu aja sampe udah bener-bener sreg, klop, sehati. Sampai kapan? Sampai kuda makan besi?
Ya itulah salah satu tantangan & perjuangan hidup. Jangan sengaja pergi agar dicari, jangan sengaja lari agar dikejar,
karena berjuang tidak sebercanda itu. Begitu kiranya kata Sujiwo Tejo.
Selagi masih di dunia memang banyak ujiannya, ujian hidup-mati, kekayaan-kemiskinan, suka-duka, menangis-bahagia dlsb, yang terpenting
pastikan masih berada di jalan yang lurus. Al Fatehah.
jangan seperti hidup enggan mati tidak mau, berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati saja.

Akhir kata, biarlah saya kasih nasehat kepada para cowo, "Hormatilah wanita, agar kamu diberi kehormatannya".
Jangan mesum dulu yah, kehormataan di sini bisa berwujud kasih sayang, perhatian, kepedulian, cinta kasih & ketulusan.
Karena gadis ini akan menjadi wanita & wanita akan menjadi Ibu. Ahh Ibu, siapalah dia? Dia itu hanya wanita yang penuh kasih sayang & cinta.
Pr : (Tersipu malu. hari pencoblosan akan segera ditentukan) --> maksudnya cincin yang cantik itu dicoblos jari manisnya :) (Messum niy ahh hahaha)

---
Epilog
Andai malam ini bercerita
Tentang Rasa
Tentang Cinta
Tentang kata yang tidak sempat terucap
Tentang hati yang merindu setengah mati
Tentang jasad yang tak lagi berjiwa
Tentang Kamu
Dan tentang si bandel ini, yang tidak jua mau pergi, yang kemudian berkata,"biarlah...biarlah aku disini. Karena aku tidak butuh apapun kecuali merasa
bahwa jantung ini masih berdetak untukmu."

Lelaki dalam cerita di Surah Al Qashash itu, Musa namanya


KEBAIKAN DI TANGANMU, YANG MAHA TAHU

Kemarin, lelaki kekar itu memukul seseorang sekali hantam. Dan korbannya mati.
Semalaman dia gelisah, celingak-celinguk mengkhawatirkan dirinya. Si korban yang tewas adalah orang Qibthi, dari bangsa sang Fir’aun penguasa Mesir. Adapun dia dan teman-temannya dari keturunan Ya’qub, ‘Alaihissalam, suku pendatang yang diperbudak. Penguasa kejam itu bisa berbuat hal tak terbayangkan pada sahaya-sahaya yang melanggar aturan.
Lelaki dalam cerita di Surah Al Qashash itu, Musa namanya.
Dan pagi ini, kawan yang tempo hari dibelanya hingga dia tak sengaja menghilangkan nyawa kembali meminta bantuannya. Lagi-lagi teman sekampung yang memang pembuat onar itu bersengketa dengan seorang penduduk Lembah Nil. “Sungguh kamu ini benar-benar pencari gara-gara yang sesat perbuatannya!”, hardik Musa.
Tapi Musa sukar bersikap lain. Dicekaunya leher pria Qibthi itu, dan kepalan tangannya siap meninju. “Wahai Musa”, kata orang itu dengan takut-takut, “Apakah kau bermaksud membunuhku seperti pembunuhan yang kau lakukan kemarin?” Musa terhenyak. Rasa bersalah menyergapnya, keraguan melumuri hatinya. Cengkeramannyapun mengendur dan lepas. Melihat itu si calon korban tumbuh nyalinya. “Kau ini memang hanya bermaksud menjadi orang yang sewenang-wenang di negeri ini!”, semburnya.
“Hai Musa”, tetiba muncul seorang lelaki yang tergopoh dari ujung kota, “Para pembesar negeri di sisi Fir’aun sedang berunding untuk membunuhmu. Keluarlah segera!” Musa bimbang. “Pergilah cepat!”, tegas orang itu, “Sungguh aku ini tulus memberimu saran!”
Tanpa tahu jalan dan tanpa ada kawan, Musa bergegas lari. Dengan penuh was-was dan galau dia ayunkan kaki. Batinnya menggumamkan harap, “Semoga Rabbku memimpinku ke jalan yang benar”. Langkahnya lebar-lebar dan tak berjeda, pandangnya lurus ke depan tanpa menoleh. Dan setelah menempuh jarak yang jauh; memburu nafas hingga menderu, menguras tenaga hingga lemas, memerah keringat hingga lemah; inilah dia kini, sampai di sebuah mata air.
Negeri itu, nantinya kita tahu, bernama Madyan. Musa melihat orang berrebut berdesak-desak memberi minum ternak-ternak. Adapun di salah satu sudut yang jauh, dua gadis memegang kekang kambing-kambingnya yang meronta, menahan mereka agar tak mendekat ke mata air meski binatang-binatang itu teramat kehausan tampaknya.
Musa nantinya akan disifati sebagai lelaki perkasa oleh salah seorang gadis itu. Bukan tersebab dia menceritakan kisahnya yang membunuh dengan sekali pukul, melainkan karena dalam lapar hausnya, lelah payahnya, takut cemasnya, serta asing kikuknya; Musa sanggup menawarkan bantuan. Orang yang masih mau dan mampu menolong di saat dirinya sendiri memerlukan pertolongan adalah pria yang kuat.
Musa melakukannya.
Musa menggiring domba-domba itu ke mata air. Ketika dilihatnya ada batu menyempitkan permukaan situ, dia sadar inilah salah satu sebab orang-orang harus berdesak-desakan. Maka dengan sisa tenaga, diangkatnya batu itu, disingkarkannya hingga sumur itu lapang tepiannya. Lagi-lagi Musa membuktikan kekuatannya. Bahwa pria perkasa tidak mengharapkan imbalan dan ganjaran dari manusia.
Tanpa bicara lagi dan tak menunggu ungkapan terimakasih, Musa berlalu seusai menuntaskan tugasnya. Dia menggeloso di bawah sebuah pohon yang kecil-kecil daunnya. Rasa lelah melinukan tulangnya dan rasa lapar mencekik lambungnya. Kemudian dia berdoa, “Rabbi inni lima anzalta ilayya min khairin faqiir. Duhai Pencipta, Pemelihara, Pemberi Rizqi, Pengatur Urusan, dan Penguasaku; sesungguhnya aku terhadap apa yang Kau turunkan di antara kebaikan amat memerlukan.”
***
Karena desakan hajat yang memenuhi jiwa; sebab keinginan-keinginan yang menghantui angan; kita lalu menghadap penuh harap pada Allah dengan doa-doa. Sesungguhnya meminta apapun, selama ianya kebaikan, tak terlarang di sisi Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahkan kita dianjurkan banyak meminta. Sebab yang tak pernah memohon apapun pada Allah, justru jatuh pada kesombongan.
“Kita dianjurkan untuk meminta kepada Allah”, demikian Dr. ‘Umar Al Muqbil menggarisbawahi tadabbur atas doa Musa setelah menolong dua gadis Madyan itu, “Baik hal kecil maupun hal besar”. Dalam kisah ini, sesungguhnya Musa yang kelaparan hendak meminta makanan. Cukup baginya, seandainya dia meminta jamuan kepada orang yang dia telah diberikannya jasa. Cukup baginya, sekiranya dia mengambil imbalan atas kebaikannya.
Tetapi Musa mengajarkan pada kita tiga hal penting dalam doanya. Pertama, bahwa hanya Allah yang layak disimpuhi kedermawananNya, ditadah karuniaNya, dan diharapi balasanNya. Mengharap kepada makhluq hanyalah kekecewaan. Meminta kepada makhluq hanyalah kehinaan. Bertimpuh pada makhluq hanyalah kenistaan.
Apapun hajat kita, kecil maupun besar, ringan maupun berat, remeh maupun penting; hanya Allah tempat mengharap, mengadu, dan memohon pertolongan.
Pelajaran kedua dari Musa adalah adab. Bertatakrama pada Allah, pun juga di dalam doa, adalah hal yang seyogyanya kita utamakan. Para ‘ulama menyepakati tersyariatkannya berdoa pada Allah dengan susunan kalimat perintah, sebagaimana banyak tersebut dalam Al Quran maupun Sunnah. Ia benar dan dibolehkan. Tetapi contoh dari beberapa Nabi dalam Al Quran menunjukkan ada yang lebih tinggi dari soal boleh atau tak boleh. Ialah soal patut tak patut. Ialah soal indah tak indah. Ialah soal adab.
Maka demikian pulalah Musa, ‘Alaihis Salam. Dia tidak mengatakan, “Ya Allah berikan.. Ya Allah turunkan.. Ya Allah sediakan..”. Dia merundukkan diri dan berlirih hati, “Duhai Rabbi; Penciptaku, Penguasaku, Penjamin rizqiku, Pemeliharaku, Pengatur urusanku; sungguh aku, terhadap apa yang Kau turunkan di antara kebaikan, amat memerlukan.”
Yang ketiga, bahwa Allah dengan ilmuNya yang sempurna lebih mengerti apa yang kita perlukan dan apa yang baik bagi diri ini daripada pribadi kita sendiri. Musa menunjukkan bahwa berdoa bukanlah memberitahu Allah apa hajat-hajat kita, sebab Dia Maha Tahu. Berdoa adalah bincang mesra dengan Rabb yang Maha Kuasa, agar Dia ridhai semua yang Dia limpahkan, Dia ambil, maupun Dia simpan untuk kita.
Maka Musa tidak mengatakan, “Ya Allah berikan padaku makanan”. Dia pasrahkan karunia yang dimintanya pada ilmu Allah yang Maha Mulia. Dia percayakan anugrah yang dimohonnya pada pengetahuan Allah yang Maha Dermawan. Diapun mengatakan, “Rabbi, sungguh aku, terhadap apa yang Kau turunkan di antara kebaikan, amat memerlukan.”
***
Gadis itu berjingkat dalam langkah malu-malu. Dia tutupkan pula ujung lengan baju ke wajah sebab sangat tersipu. Musa masih di sana, duduk bersahaja. Tepat ketika bayangan berkerudung itu menyusup ke matanya, lelaki gagah ini menundukkan pandangan.
“..Sesungguhnya Ayahku memanggilmu agar dia dapat membalas kebaikanmu yang telah memberi minum ternak-ternak kami..” (QS Al Qashash [28]: 25)
Allah yang merajai alam semesta memiliki jalan tak terhingga untuk memberikan karuniaNya kepada hamba. Baik untuk yang meminta maupun diam saja, yang menghiba maupun bermasam muka, yang yakin maupun tak percaya; limpahan rahmatNya tiada dapat dihalangi. Allah yang menguasai segenap makhluq memiliki cara tak terbatas untuk menghadirkan penyelesaian bagi masalah hambaNya. Allah yang menggenggam seluruh wujud, mudah bagiNya memilihkan sarana terbaik untuk menjawab pinta dan menghadirkan karunia.
Maka jangan pernah mengharap balasan itu datang dari orang yang pada kitalah budinya terhutang.
Tapi dalam kisah ini, Allah pilihkan jawaban doa dan balasan kebaikan melalui orang yang padanya Musa telah menghulurkan bantuan. Bukan sebab tiadanya jalan lain, melainkan karena Allah memang hendak menghubungkan Musa dengan mata air kebaikan yang telah disiapkanNya bagi tugas besarnya kelak. Sebuah keluarga terpilih, yang akan menjadi tempatnya mendewasa dan jadi titik tolak kenabian dan kerasulannya.