Showing posts with label Kasih Sayang. Show all posts
Showing posts with label Kasih Sayang. Show all posts

KALUNG ANISA

Kamis, 19 Safar 1723 / 2 mei 2002
Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia Lima tahun. Pada suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket. Ketika sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan, tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik.
Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya. Tapi... Dia tahu, pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia sudah berjanji tidak akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli.
Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki ber-renda yang cantik.
Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya bertanya.
"Ibu, bolehkah Anisa memiliki kalung ini? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... " Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa. Dibaliknya tertera harga Rp 15,000.
Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan penuh harap dan cemas. Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia tak mau bersikap tidak konsisten...

"Oke ... Anisa, kamu boleh memiliki Kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi.
Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu, Ibu akan potong uang tabunganmu
untuk minggu depan. Setuju ?"
Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya.
"Terimakasih..., Ibu"
Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalung itu membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak pernah lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur.
Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau berenang. Sebab,kata ibunya, jika basah, kalung itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau...
Setiap malam sebelum tidur, ayah Anisa membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu malam, ketika selesai membacakan sebuah cerita, Ayah bertanya "Anisa..., Anisa sayang Enggak sama Ayah ?"
"Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah !"
"Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu...
"Yah..., jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil "si Ratu" boneka kuda dari nenek... ! Itu kesayanganku juga
"Ya sudahlah sayang,... ngga apa-apa !". Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar Anisa.
Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi, "Anisa..., Anisa sayang nggak sih, sama Ayah?"
"Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah?".
"Kalau begitu, berikan pada Ayah Kalung mutiaramu."
"Jangan Ayah... Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie ini.."Kata Anisa seraya menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya bermain.
Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk ke kamarnya, Anisa sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua tangannya tergenggam di atas pangkuan. air mata membasahi pipinya..."Ada apa Anisa, kenapa Anisa ?" Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangannya.
Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya" Kalau Ayah mau...ambillah kalung Anisa"
Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan sebentuk kalung mutiara putih...sama cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa..."Anisa... ini untuk Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau"
Ya..., ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.
Demikian pula halnya dengan Allah S.W.T. terkadang Dia meminta sesuatu dari kita, karena Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Namun, kadang-kadang kita seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa : Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat berharga, dan oleh karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangan. Untuk itulah perlunya sikap ikhlas, karena kita yakin tidak akan Allah mengambil sesuatu dari kita jika tidak akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Sumber : Daarut tauhiid


Pemuda Luar Biasa

Lima tahun lalu, saya mengenal seorang pemuda luar biasa. Usianya baru 22 tahun saat itu. Tetapi apa yang dia lakukan dalam hidupnya telah memberi saya inspirasi. Dia pernah berkata kepada saya, “Berikan saya Rp. 50.000, maka kamu menolong satu orang untuk mengubah nasib.” Saya tidak percaya, dan dia membuktikannya. Dia mengambil anak-anak jalanan untuk diberikan modal dan berjualan di kereta, stasiun atau terminal. Setiap mendapat keuntungan Rp 50.000, dia menambah satu orang anak lagi. Dia kemudian mendirikan agen minuman untuk mempermudah anak-anak itu mengambil barang.

Dalam jangka waktu dua tahun, 30 orang anak ada dalam binaanya. Dan, tak sekalipun dia mengambil keuntungan. Semua keuntungan dia gunakan untuk menolong anak-anak dalam hal pendidikan. Tak hanya itu, dia juga meluangkan waktunya setiap saat mendengarkan keluhan mereka, memberikan saran, dan tak hanya kepada anak-anak, tapi juga pada keluarganya.

Selain itu, dia memndirikan beberapa usaha yang banyak menyerap tenaga kerja seperti anyaman, pembuatan sepatu, percetakan, dan juga pembuatan kue. Prinsipnya adalah bukan hasil produksi atau besarnya modal yang membuat sebuah usaha berkembang, tapi doa dari banyak orang yang bergantung pada usaha itulah yang membuat sebuah usaha terus bertumbuh. Kini banyak di antara anak-anak yang tadinya miskin sudah bisa hidup layak. Para penganggur yang tadinya luntang-lantung tak punya pekerjaan kini hidup dengan harga diri.

Pada usianya yang ke-26, dia telah menjadi tumpuan hidup banyak orang. Tetapi pada usia 26 tahun pula Tuhan memanggilnya. Dalam hidupnya yang singkat, dia telah menjalankan tugasnya sebagai gardu epos. Dalam hati orang-orang yang telah dia sentuh kehidupannya, namanya akan selalu hidup, sementara epos yang ia berikan masih terus dirasakan hingga saat ini.

Dibalik sukes Grammen Bank

Muhammad Yunus, seorang dosen ekonomi berkebangsaan Bangladesh, memulainya dengan tindakan sederhana. Suatu hari Yunus menemukan seorang Ibu bernama Sophia Begum yang sedang mengerjakan perkakas dari bamboo. Ketika ditanya berapa penghasilannya, Yunus terkejut ketika mengetahui bahwa penghasilan ibu itu hanya dua sen per hari. Ibu menjelaskan bahwa dia tidak punya uang untuk membeli bahan baku, jadi dia meminjamnya dari seorang tengkulak, tapi kemudian harus menjual hasil kerjanya ke tengkulak tersebut dengan harga yang ditentukannya. Yunus bertanya berapa harga bahan baku tersebut, Ibu itu menjawab, “20 sen”.

Keesokan harinya, Yunus meminta para muridnya untuk menghitung berapa orang yang ada di desa itu yang memiliki pekerjaan seperti ibu tadi. Ternyata ada 42 orang. Setelah dihitung, ternyata hanya membutuhkan 27 Dolar untuk membantu 42 Orang pekerja. Yunus mengeluarkan uang dari sakunya, memberikannya kepada muridnya dan berkata, “Berikan ini pada 42 orang pekerja yang kamu temui, berikan masing-masing 20 sen. Katakan ini adalah pinjaman, dan mereka boleh membayarnya kapan pun mereka mau.”

Tak lama setelah itu, masing-masing dari 42 orang tersebut mengembalikan pinjamannya dan menyampaikan rasa terima kasih yang luar biasa. Saat itu muncul ide dalam benak Yunus untuk membantu lebih banyak orang dengan cara meminta bank memberikan pinjaman untuk orang-orang tersebut. Tapi pihak bank menolak dengan alasan jumlah itu terlalu kecil dan pastinya mereka tidak akan membayar. Yunus akhirnya mengajukan pinjaman atas nama pribadi dan memberikan jaminan. Uang pinjaman inilah yang nantinya akan dia gunakan untuk membantu para pekerja perkakas. Pihak bank akhirnya menyetujui sambil memberi peringatan kepada Yunus, “mereka tidak akan membayar”. Saya akan mengambil resiko itu,” jawab Yunus.

Ternyata semua orang yang diberi pinjaman membayar kembali. Yunus kemudian mengajukan pinjaman lebih banyak lagi untuk dapat membantu para pekerja. Yunus mulai dari satu desa, kemudian berkembang menjadi sepuluh, kemudian lima puluh, hingga seratus desa. Yunus kemudian mulai berpikir, “Kenapa saya tidak membuat bank sendiri saja?” Dua tahun setelah itu, izin dari pemerintah turun. Pada tanggal 2 Agustus 1983, Grameen Bank secara resmi berdiri. Saat ini, Grameen Bank telah bekerja di 46.000 desa, memiliki 1,267 cabang dengan 12,000 pekerja. Memberikan pinjaman dengan total US$ 4.5 miliar dengan pinjaman per orang berkisar antara $12-$15. Grameen Bank juga meminjamkan uang kepada pengemis agar mereka punya modal untuk berjualan. Muhammad Yunus telah mengangkat martabat jutaan orang dan memberikan kesempatan pada mereka untuk menjalani hidup yang lebih baik.

Kasih Sayang Seorang Ibu Kepada Anaknya

seorang wanita kehilangan suaminya dalam usia muda. ia harus membesarkan anaknya yang masih berusia tanggung. Takut seorang ayah tiri tidak akan mampu memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama kepada anaknya, ia memutuskan untuk tidak menikah lagi. Ia bekerja keras, bukan hanya untuk kelangsungan hidup, tetapi juga untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Bekerja sambil berdoa, berdoa sambil bekerja--itu yang dilakukan oleh sang ibu. Akhirnya jerih payah dia membawakan hasil.
anaknya berhasil memperoleh gelar sarjana.

Dalam waktu dekat, ia pun memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Gajinya cukup tinggi, ditambah dengan fasilitas yang cukup baik. betapa bahagianya sang IBU!

Namun masa bahagia itu tak berlangsung lama. Si anak jatuh cinta dengan seorang wanita tuna-susila, yang sebenarnya hanya menginginkan uangya. Berulangkali sang IBU menasehati anaknya Namun si anak, yang sekarang sudah menganggap dirinya "DEWASA", malah berang:"Ibu--jangan mengurusi hidupku.

Aku tidak bisa hidup tanpa dia. Apakah ibu tidak ingin melihat aku bahagia?"

Sang IBU diam. Tetapi sampai kapan? Namanya juga seorang IBU, pada suatu hari ia mendatangi wanita tuna-susila itu.

Eh, malah dicacimaki dan diancam: "Kalau mau larang -- ya larang anakmu. Suruh dia jangan ke sini. Tunggu saja lihat nanti

apa yang akan saya lakukan!"

Putus asa sang IBU pulang ke rumah. Sore itu, anaknya dihasut oleh wanita tuna-susila itu, aku tidak pernah dipermalukan seperti itu. Kalau bukan karena kamu sayang padaku, aku akan usir keluar wanita itu. Tetapi karena dia adalah ibumu, aku masih tetap hormati dia, walaupun dia mencaci-maki saya."

Si anak yang sudah menjadi buta dalam apa yang dianggap "cinta", marah besar, "Ibuku itu memang tidak tahu diri--dasar wanita kolot, tolol. Sayang, maafkan aku." Pulang - pulang, ia memarahi ibunya.

Kebaikan sang IBU dan semua pengorbanannya terlupakan.

Si anak yang tadinya begitu patuh, begitu akrab dengan ibunya, semakin hari semakin jauh.

Bahkan jarang pulang ke rumah. Walau pun demikian wanita tuna susila yang dikasihinya itu masih saja belum puas.

Pada suatu hari, kekasihnya dalam keadaan mabuk dan dia menghasutnya, "Sayang kau kan ingin menikahi aku. Selama ini kau selalu mendesakku dan aku menolak. Alasannya hanya satu: Ibumu itu. Kalau dia sudah tiada, saya pasti akan menikahi kamu

Dia itu benar - benar melukai hati saya."

Karena sudah kalap--ditambah pengaruh minuman keras--anak itu kehilangan kesadarannya. "tunggu di sini jangan kemana- mana. Hari ini aku sudah kehilangan kesabaran. sebentar aku segera datang lagi...

Dalam keadaan tidak sadar, tidak waras itu ia pulang. Tanpa mengetuk pintu, ia memasuki rumahnya lewat jendela

seperti maling. Ia menemukan IBUnya dalam keadaan tidur. Dalam keadaan kalap, ia langsung menikam perut IBUnya dengan pisau dapur.

Kesakitan, sang IBU berteriak minta tolong, tetapi begitu melihat anaknya, ia langsung diam.

Matanya berkaca - kaca, "Nak...apa yang kau lakukan?, semoga Tuhan memaafkanmu..."

Sementara tetangga yang terjaga karena teriakan sang IBU, mendobrak pintu dan memasuki rumah itu. mendengar pintu depan didobrak dalam keadaan sekarat pun, sang IBU memaksa dirinya berbicara, "Nak --larilah..pergilah..dari..sini..."

Si anak baru menyadari kesalahannya. ia telah menyakiti IBU, bahkan berusaha membunuhnya, tetapi cinta sejati sang IBU masih juga berupaya melidungi dirinya. Ia menangis terisak-isak. Namun terlambat wanita malang itu suda tidak ada.

Memang kata penyesalan selalu datang terlambat, maka selagi kita belum “terucap” kata terlambat mendingan berpikir dua kali sebelum memulai segala sesuatu dan jangan lupa untuk berdoa …